SEJAK tahun 1975, tahun pertama konferensi dunia mengenai perempuan, di Meksiko, muncul kesadaran bahwa apa yang terjadi terhadap perempuan akan berdampak besar pada kesejahteraan umat manusia. Anggapan perempuan adalah pewaris pasif dari pertumbuhan dan pembangunan sosial semakin berkurang. Perempuan adalah pemain kunci yang akan menentukan nasib bangsa lewat anak-anak mereka.
Meskipun ada kemajuan, namun sebenarnya kemajuan tersebut tidak dirasakan sebagai hal yang signifikan terutama pada perempuan kelas bawah. Masih cukup banyak perempuan yang menganggur tidak punya pekerjaan meskipun ingin bekerja, atau bekerja di sektor informal yang penuh persaingan dan terkadang hasilnya kurang menjanjikan. Walaupun ada upaya menjamin persamaan di bidang ekonomi dan sosial, namun diskriminasi sebenarnya masih tetap berlangsung, dan kekerasan terhadap perempuan tetap berlanjut.
Di banyak tempat, anak perempuan memperoleh pendidikan, pangan, dan pelayanan kesehatan yang lebih sedikit dibandingkan anak laki-laki. Di beberapa negara sedang berkembang kira-kira seperenam bayi perempuan meninggal disebabkan karena kelalaian dan diskriminasi.
Sementara masalah perempuan dewasa yang sampai kini masih cukup menonjol di berbagai belahan dunia adalah tingginya angka kematian ibu karena komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan. Praktik aborsi yang tidak aman telah membawa perempuan ke jurang kematian tanpa dapat dicegah. Hal lainnya adalah banyaknya perempuan yang tidak memiliki akses yang baik untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang bermutu sehingga muncul kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan.
***
DI bidang pendidikan percepatan perempuan untuk melek huruf tidak secepat kaum pria. Hal ini akan berimplikasi serius mengingat kesehatan dan kematian anak lebih banyak dipengaruhi pendidikan ibu dibandingkan pendidikan ayah. Bukti-bukti menunjukkan, pendidikan yang dimiliki perempuan menyebabkan turunnya angka kematian bayi dan membaiknya status gizi anak.
Pola asih-asah (caring behavior) yang dimiliki seorang ibu merupakan faktor determinan yang sangat menentukan tumbuh kembang anak. Tumbuh kembang anak ini adalah ciri kualitas sumber daya keluarga. Di dalam mewujudkan pola asih-asah ini ada faktor eksternal yang turut berperan yakni status sosial ekonomi keluarga yang mencakup pendapatan, pendidikan, interaksi sosial, dan nilai-nilai dalam keluarga.
Untuk bisa mengembangkan caring behavior yang sehat maka prasyarat yang penting adalah pendidikan ibu, beban kerja ibu, serta ada tidaknya alternate caregivers (pengasuh). Ibu yang berpendidikan tinggi akan lebih giat mencari dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan memelihara anak. Mereka juga akan menaruh perhatian lebih besar pada konsep sehat yang harus dicapai seluruh anggota keluarganya.
Perempuan adalah aktor ekonomi yang berperan penting dalam mendukung keluarga sejahtera di berbagai negara. Peran mereka tidak hanya terbatas di sektor pertanian, tetapi juga di industri dan pelayanan/jasa. Pertumbuhan industri di suatu negara ditandai dengan partisipasi kaum perempuan, kebanyakan kaum buruh, untuk bekerja di sektor tersebut.
Ketersediaan pangan rumah tangga tidak lepas dari peran kaum perempuan. Sebuah studi mengungkapkan, di Afrika perempuan memberikan kontribusi 70-80 persen dalam penyediaan pangan keluarga, sementara di Asia 65 persen. Meskipun kenyataannya, perempuan sering mengalami ketidaksetaraan akses dibandingkan kaum pria seperti dalam hal pendidikan, penguasaan teknologi, dan akses terhadap informasi.
Keterlibatan perempuan di sektor ekonomi tidak selalu menjadi bagian dari statistik sehingga peran mereka menjadi tidak kelihatan. Hal ini terjadi karena penentu kebijakan di bidang pembangunan banyak didominasi pria. Mengabaikan peran perempuan di bidang sosial ekonomi dapat dianggap sebagai pemborosan pembangunan. Perempuan tidak mendapatkan input memadai, sehingga potensi kontribusi ekonomi mereka tidak dapat dimunculkan secara maksimal.
Alokasi waktu bekerja yang dicurahkan perempuan dari keluarga miskin umumnya lebih banyak daripada kaum pria, meskipun produktivitas kaum perempuan masih dianggap rendah. Seandainya mereka memperoleh perhatian sehingga kebijakan pembangunan bisa sedikit banyak terfokus pada kaum perempuan, maka peran ekonomi perempuan akan muncul secara lebih signifikan. Setiap dollar bantuan negara donor yang dialokasikan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja perempuan, meningkatkan produktivitas mereka, dan memperkuat partisipasi perempuan dalam penentuan pengambilan keputusan akan berdampak nyata dalam pembangunan negara.
Untuk itu negara perlu memperhatikan program yang bertujuan meningkatkan pendidikan kaum perempuan, peningkatan keterampilan, dan penguasaan teknologi. Perempuan juga harus diberdayakan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut produksi, reproduksi, dan distribusi. Bila kaum perempuan mempunyai posisi kuat untuk mendukung ekonomi rumah tangga, maka permasalahan khususnya menyangkut kerawanan pangan dan malnutrisi akan dapat diatasi dengan cepat.
***
BEBERAPA studi menunjukkan, kesejahteraan keluarga tidak melulu tergantung pada penghasilan yang diperoleh, tetapi juga sangat ditentukan oleh siapa yang mencari nafkah dan mengontrol pengeluaran rumah tangga. Kaum perempuan, dibandingkan pria, ternyata cenderung mengalokasikan uang untuk belanja pangan keluarganya. Sementara pendapatan yang berasal dari perempuan berkorelasi erat dengan semakin membaiknya derajat kesehatan dan status gizi anak. Karena itu kesetaraan jender, khususnya di bidang ekonomi dan pengambilan keputusan, akan berdampak besar pada kesejahteraan keluarga.
Ibarat pepatah mengatakan: mendidik seorang pria adalah mendidik satu orang, tetapi mendidik perempuan adalah mendidik bangsa.
* Dr Ir Ali Khomsan, dosen Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Faperta IPB.