· "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara
karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah
supaya kamu mendapat nikmat."
· "Hai orang-orang yang beriman,janganlah suatu kaum
mengolok-olok suatu kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang
diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula
wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi
wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu
panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah
(panggilan) yang buruk sesudah iman, dan barang siapa yang tidak bertaubat,
maka mereka itulah orang-orang yang zalim."
· "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah
kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu
menggunjingkan sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang."
· "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS.Al-Hujuraat: 10-13)
Allah SWT menegaskan
dalam ayat 10 bahwa sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara seperti
hubungan persaudaraan antara orang-orang seketurunan karena sama-sama menganut
unsur keimanan yang sama dan kekal.
Setiap muslim
memiliki hak atas saudaranya yang sesama muslim. Dalam hadits riwayat Bukhari
dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda, "Orang muslim itu adalah
saudara orang muslim,jangan berbuat aniaya kepadanya, jangan membuka aibnya,
jangan menyerahkannya kepada musuh, dan jangan meninggikan bagian rumah
sehingga menutup udara tetangganya kecuali dengan izinnya, jangan mengganggu
tetangganya dengan asap makanan dari periuknya kecuali jika ia memberi segayung
dari kuahnya. Jangan membeli buah-buahan untuk anak-anak, lalu dibawa keluar
(diperlihatkan) kepada anak-anak tetangganya kecuali jika mereka diberi
buah-buahan itu. "Kemudian Nabi saw bersabda,
"Peliharalah
(norma-norma pergaulan) tetapi (sayang) hanya sedikit di antara kamu yang
memeliharanya. "Dalam hadits shahih lain yang dinyatakan, "Apabila
seorang muslim mendo'akan saudaranya yang ghaib, maka malaikat berkata 'Amin', dan
semoga kamu pun mendapat seperti itu."
Dalam ayat 11 dan 12
Allah SWT menjelaskan bagaimana sebaiknya pergaulan di antara orang-orang
beriman. Di dalamnya terdapat hal-hal yang diperingatkan Allah agar kaum
beriman menjauhinya karena dapat merusak persaudaraan di antara mereka.
Diriwayatkan bahwa
ayat 11 ini diturunkan berkenaan dengan tingkah laku kabilah Bani Tamim yang
pernah berkunjung kepada Rasulullah saw lalu mereka memperolok-olokkan beberapa
shahabat yang fakir-miskin, seperti Amar, Suhaib, Bilal, Khabbab, Salman
al-Farisi, dll. karena pakaian mereka sangat sederhana.
Muslim meriwayatkan
dari Abu Hurairah, sabda Rasulullah saw,"Sesungguhnya Allah tidak
memandang kepada rupa dan hartamu tetapi Ia memandang kepada hati dan
perbuatanmu."
Pada ayat ini pula
Allah menyebutkan wanita secara khusus sebagai peringatan terhadap kebiasaan
tercela kaum wanita dalam bergaul. Terdapat riwayat yang melatarbelakangi
turunnya ayat ini ialah berkenaan dengan kisah Shafiyah binti Huyay bin Akhtab
yang pernah datang menghadap Rasulullah saw dan melaporkan bahwa beberapa
wanita di Madinah pernah menegur dia dengan kata-kata yang menyakitkan hati,
seperti: "Hai perempuan Yahudi,Keturunan Yahudi dan sebagainya",
sehingga Nabi saw bersabda kepadanya, "Mengapa tidak engkau jawab saja,
ayahku Nabi Harun, pamanku Nabi Musa, dan suamiku adalah Muhammad."
Dalam ayat 10 Allah
SWT memperingatkan kaum mukmin supaya jangan saling mengolokkan karena boleh
jadi kaum yang diperolok-olokkan pada sisi Allah jauh lebih mulia dan terhormat
dari mereka yang mengolok-olokkan dan kaum wanita pun jangan saling mengolokkan
karena boleh jadi wanita yang diperolok-olokkan pada sisi Allah lebih baik dari
wanita yang mengolok-olokkan.Kemudian Allah SWT melarang kaum mukmin mencela
diri mereka sendiri karena mereka bagaikan satu tubuh yang diikat dengan
persatuan.
Dilarang pula
panggil-memanggil dengan gelar yang buruk seperti panggilan kepada seseorang
yang sudah beriman dengan kata-kata : hai fasik,kafir,dsb. Panggilan yang buruk
dilarang diucapkan karena gelar-gelar buruk itu dapat mengingatkan kefasikan
setelah beriman. Barang siapa tidak bertaubat dari memanggil dengan gelar-gelar
buruk maka akan menerima konsekuensi dari Allah berupa azab pada Hari Kiamat.
Dalam ayat 12 Allah
SWT memberi peringatan kepada orang-orang yang beriman, supaya mereka
menjauhkan diri dari su'uzhan / prasangka buruk terhadap orang-orang beriman.
Jika mereka mendengar sebuah kalimat yang keluar dari saudaranya yang mukmin
maka kalimat itu harus diberi tanggapan dan ditujukan kepada pengertian yang
baik, jangan sampai timbul salh paham, apalagi menyelewengkannya sehingga
menimbulkan fitnah dan prasangka. Kemudian Allah SWT menerangkan penyebab
wajibnya orang mukmin menjauhkan diri dari prasangka yaitu karena sebagian
prasangka itu mengandung dosa.
Allah melarang pula
ghibah,namimah, dan mencari-cari aib orang lain. Mengenai definisi ghibah,
Rasulullah saw bersabda, "Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu
tentang sesuatu yang ia benci. "Si penanya kembali bertanya, "Wahai
Rasulullah, bagaimana pendapatmu bila yang diceritakannya itu benar ada
padanya? "Rasulullah menjawab, "Kalau memang benar ada padanya, itu
ghibah namanya. Jika tidak benar engkau berbuat buhtan (dusta)."(HR.Muslim,Tirmizi,Abu
Daud, dan Ahmad). Sedangkan namimah dapat dibagi menjadi hamz (mencaci maki)
dan lamz (mencela).(QS.Al-Humazah: 1)
Rasulullah mengecam
orang yang suka ghibah dan mencari-cari kesalahan orang. Diriwayatkan oleh Abi
Barzah al-Islami, sabda Rasulullah saw, "Wahai orang-orang yang beriman
dengan lidahnya, tetapi iman itu belum masuk juga dalam hatinya, jangan
sekali-kali kamu berghibah (bergunjing) terhadap kaum muslimin dan jangan
sekali-kali mencari noda atau auratnya. Karena barang siapa mencari-cari noda mereka,
maka Allah akan membalas pula dengan membuka noda-nodanya. Dan barang siapa
yang diketahui kesalahannya oleh Allah, niscaya Dia akan menodai kehormatannya
dalam lingkungan keluarganya sendiri."
Adapun beberapa
pengecualian dibolehkannya ghibah adalah sbb:
· Orang yang mazlum (dianiaya) menceritakan keburukan orang
yang menzaliminya dalam rangka menuntut haknya.
· Jika bertujuan memberi nasehat pada kaum muslimin tentang
agama dan dunia mereka.
· Dilakukan dengan niat baik dan mengharapkan ridha Allah
semata.
Pada ayat 13, Allah
menjelaskan bahwa manusia diciptakan-Nya bermacam-macam bangsa dan suku supaya
saling mengenal dan saling menolong dalam kehidupan bermasyarakat. Dan tidak
ada kemuliaan seseorang di sisi Allah kecuali dengan ketakwaannya.
Dalam suatu hadits
riwayat Abu Hatim yang bersumber dari Ibnu Mulaikah berkenaan turunnya ayat ini
ialah bahwa ketika fathu Makkah, Bilal naik ke atas Ka'bah untuk adzan.
Beberapa orang berkata, "Apakah pantas budak hitam adzan di atas
Ka'bah?". Maka berkatalah yang lain, "Sekiranya Allah membenci orang
ini, pasti Allah akan menggantinya. "Maka datanglah malaikat Jibril
memberitahukan kepada Rasulullah saw apa yang mereka ucapkan. Maka turunlah
ayat ini yang melarang manusia menyombongkan diri karena kedudukan,pangkat,
kekayaan, dan keturunan dan bahwa kemuliaan seseorang di sisi Allah dinilai
dari derajat ketakwaannya.
Ayat ini juga
menyatakan bahwa persaudaraan Islam berlaku untuk seluruh umat manusia tanpa
dibatasi oleh bangsa, warna kulit, kekayaan dan wilayah melainkan didasari oleh
ikatan aqidah. Persaudaraan merupakan pilar masyarakat Islam dan salah satu
basis kekuatannya. "Seorang mukmin terhadap mukmin yang lainnya bagaikan
bangunan yang saling mengikat dan menguatkan serta bagaikan jalinan antara
jari-jemari." (HR.Muttafaq'alaih dari Abu Musa r.a.)
Rasulullah saw pernah
menganggap persaudaraan antar umat Islam adalah basis yang sangat penting
sehingga hal yang dilakukan beliau adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan
Anshar secara formal satu dengan yang lainnya ketika hijrah ke Madinah.