Nabi Muhammad Saw amat menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu penurunan wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya. Oleh sebab itu, ia adalah hafizh (penghafal) Al-Qur’an dan merupakan contoh paling baik bagi parah sahabat dalam menghafal dan memahaminya, sebagai bentuk cinta mareka kepada sumber agama dan risalah Islam. Al-Qur’an diturunkan selama dua puluh tahun lebih dari. Proses penurunannya terkadang turun satu ayat dan terkadang lebih dari satu ayat. Setiap kali sebuah ayat turun, dihafal dalam dada dan diletakkan dalam hati, sebab pada umumnya mereka buta huruf, sehingga dalam penulisan berita-berita, syair-syair dan silsilah mereka dilakukan dengan mencatat dalam hati.
Dalam kitab shahihnya, Al-Bukhari telah mencatat sekitar tujuh orang Sahabat Nabi yang terkenal dengan hafalan Al-Qur’annya. Mereka adalah ‘Abdullah bin ma’sud, Salim bin Mi’qal maula abi Hudzafiah, mu’adz bin jabal, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sahan, dan Abu ad-Darda.
Penyebutan para penghafal yang berjumlah tujuh orang di atas, tidak berarti pembatasan, karena beberapa keterangan dalam kitab-kitab sejarah menunjukkan bahwa para sahabat berlomba menghafalkan Al-Qur’an dan mereka-mereka memerintahkan anak dan istri mereka untuk menghafalkannya. Mereka membacanya dalam sholat tengah malam, sehingga alunan suara mereka terdengar bagai suara lebah. Berapapun demikian, tidak semua sahabat hafal Al-Qur’an, namun dapat dikatakan jumlah mereka cukup banyak. Hal itu bisa di lihat dari jumlah mereka yang mati syahid pada peperangan Yamamah pada masa Abu Bakar melawan Musailamah al-Kazzāb sekitar 70 orang mereka adalah penghafal Al-Qur’an atau banyak menghafal Al-Qur’an.
Orang-orang yang dapat menghafal Al-Qur’an di luar kepala terdapat di mana-mana pada setiap generasi ummat Islam. Terutama orang-orang Arab di masa Nabi, menghafalkan Al-Qur’an tidaklah dirasakan sebagai pekerjaan sulit.
Dalam kitab shahihnya, Al-Bukhari telah mencatat sekitar tujuh orang Sahabat Nabi yang terkenal dengan hafalan Al-Qur’annya. Mereka adalah ‘Abdullah bin ma’sud, Salim bin Mi’qal maula abi Hudzafiah, mu’adz bin jabal, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sahan, dan Abu ad-Darda.
Penyebutan para penghafal yang berjumlah tujuh orang di atas, tidak berarti pembatasan, karena beberapa keterangan dalam kitab-kitab sejarah menunjukkan bahwa para sahabat berlomba menghafalkan Al-Qur’an dan mereka-mereka memerintahkan anak dan istri mereka untuk menghafalkannya. Mereka membacanya dalam sholat tengah malam, sehingga alunan suara mereka terdengar bagai suara lebah. Berapapun demikian, tidak semua sahabat hafal Al-Qur’an, namun dapat dikatakan jumlah mereka cukup banyak. Hal itu bisa di lihat dari jumlah mereka yang mati syahid pada peperangan Yamamah pada masa Abu Bakar melawan Musailamah al-Kazzāb sekitar 70 orang mereka adalah penghafal Al-Qur’an atau banyak menghafal Al-Qur’an.
Orang-orang yang dapat menghafal Al-Qur’an di luar kepala terdapat di mana-mana pada setiap generasi ummat Islam. Terutama orang-orang Arab di masa Nabi, menghafalkan Al-Qur’an tidaklah dirasakan sebagai pekerjaan sulit.
